Langsung ke konten utama

Rapatkan!


Imam bilang: Lurus dan rapatkan shaf.
Saya berpikir: Lurus agar rapi, tapi rapat untuk apa? Kenapa harus rapat sampai kaki bersentuhan?
Saya disodorkan sebuah jawaban: kata Rasul harus rapat, biar setan tidak bisa lewat.
Sami’na wa’ata’na. Saya dengar dan saya taat. Kaki pun dirapatkan.

Tapi sebentar, setan mana? Dalam wujud apa? Setan jin atau setan manusia?
Ternyata bukan keduanya. Tapi kita sendiri. Sifat setan yang ada pada diri kita, orang-orang yang salat.
Sifat setan yang mana? Sifat setan yang diskriminatif, sombong dan menimbulkan perselisihan.
Jangan deket-deket, saya kaya kamu mah miskin. Saya mah menteri, kamu mah rakyat. Saya mah bos kamu mah bawahan. Saya berpendidikan kamu mah bodoh. Saya putih kamu mah hitam. Saya Jawa kamu mah Batak. Saya Indonesia kamu mah Malaysia. Setan ini yang dimaksud.

Tidak ada masjid khusus Batak, masjid khusus Sunda, masjid khusus Minang. Saat dengar adzan semua berhak (diwajibkan) memenuhi panggilan itu dan datangi masjid terdekat.

Semua sama dihadapan Allah. Tidak ada saf khusus pejabat dan saf khusus kuli. Semua sama. Yang datang duluan, dialah yang dapat kemuliaan saf pertama. Saksikan PNS berdiri disamping tukang becak yang berdiri disamping CEO perusahaan mobil yang berdiri disamping guru SD yang berdiri disamping mantan napi yang berdiri disamping polisi. Sama-sama bersujud dengan satu gerakan yang seragam. Dan diakhiri dengan : assalamualaikum warrahmatullah wabarakatuh ke kiri dan ke kanan. Saling mendoakan demi keselamatan satu sama lain. Kurang indah apa?

Banyak peraturan dibuat diseluruh dunia untuk memusnahkan masalah rasisme, sukuisme, diskriminasi sosial dll. Tapi yang menawarkan sebuah sistem kokoh berkesinambungan untuk mengatasinya hanya Islam. Datangi masjid untuk memenuhi panggilan shalat dan buktikan sendiri.

Wallahualam.
Source: Ahmed Deedat



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sedikit Tentang Shalat

Predikat sholeh atau alim sering kita berikan kepada orang-orang yang menjaga shalatnya. “Dia mah anaknya sholeh banget, shalat 5 waktunya gak pernah bolong”. Ada yang aneh kalau dipikir-pikir. Kita yang aneh, persepsi kita.                    Shalat 5 waktu = Muslim yang sholeh.  Padahal shalat itu kewajiban seorang Muslim. Shalat itu salah satu rukun Islam. Berarti tanpa shalat kita tidak ber-Islam dan bukan seorang Muslim. Yang berarti shalat 5 waktu membuat kita menjadi Muslim. Jadi persamaan ini rasanya lebih tepat:          Shalat 5 waktu = Muslim (aja, standar). Shalat 5 waktu itu sangat biasa, karena kita Muslim. Shalat inilah yang membedakan kita dengan agama yang lain. Kita puasa, agama lain pun puasa. Kita zakat, agama lain pun begitu. Shalat itu Islam dan hanya Islam. Its what makes us unique .  Sakin...

Belajar Menjadi, Dan Dari, Orang Tua

Bismillahirrahmanirrahiim Jika Allah mengizinkan, saya akan diamanahkan seorang anak beberapa hari lagi . I can’t really tell you how I am feeling - perasaannya mungkin terlalu campur aduk. Tapi saya bisa sedikit berbagi tentang hal-hal yang mulai ngumpul dikepala, dan yang paling utama adalah: “bagaimana caranya jadi orang tua yang baik?” Untuk menjawab pertanyaan ini saya sudah mulai baca-baca beberapa judul buku dan article tentang parenting. Tapi terus saya berpikir: “Ngapain saya capek-cape nyari buku tentang parenting, sedangkan contoh real, nyata, terbukti dan sangat terasa keberhasilannya ada di dalam hidup saya!” Meminjam istilah yg di pake Randy Pausch:  “I won the parent lottery” . Kalo takdir pembagian orang tua itu sebuah undian, maka saya dan adik2 saya lah pemenang utamanya. Kami telah dihadiahkan oleh Allah orang tua yang terbaik. (Namun, sedikit sekali kami bersyukur untuknya). Kenapa saya merasa beruntung? Well, let me tell you a tiny bit abo...

Renungan, After He's Gone

Its been over a month since my father passed away. We are still in mourning because we miss him. Mungkin nanti seiring berjalannya waktu, rasa shock, sedih dan kangen itu akan mulai perlahan hilang. But a part of me don’t want that feeling to go away. Pengen terus kangen. Sebenarnya saya pribadi sudah sering diam-diam mempersiapkan diri untuk merasakan rasa kehilangan ini. Setiap kali kami sekeluarga ngumpul, selalu ada lintasan pikiran yang bilang: suatu saat pasti personil berkurang satu. Pasti. It could even be me. But you just cant prepare yourself mentally for things like these. Apalagi semendadak ini. Sejak kejadian kemarin, yang sering kepikiran kebaikan-kebaikan almarhum, flashback adegan di mobil saat sakratul maut, mikirin apa yang dipikirkan oleh Ayamu di momen-momen terakhir, gimana almarhum di alam kubur. Semoga Allah shows love to him the way he loved us. Tentu ada hal lain juga yg muncul di pikiran seperti bagaimana saat saya nanti mengalami sakratu...