Langsung ke konten utama

Sedikit Tentang Shalat


Predikat sholeh atau alim sering kita berikan kepada orang-orang yang menjaga shalatnya.

“Dia mah anaknya sholeh banget, shalat 5 waktunya gak pernah bolong”.

Ada yang aneh kalau dipikir-pikir. Kita yang aneh, persepsi kita.
         
         Shalat 5 waktu = Muslim yang sholeh. 

Padahal shalat itu kewajiban seorang Muslim.
Shalat itu salah satu rukun Islam. Berarti tanpa shalat kita tidak ber-Islam dan bukan seorang Muslim. Yang berarti shalat 5 waktu membuat kita menjadi Muslim.
Jadi persamaan ini rasanya lebih tepat:

         Shalat 5 waktu = Muslim (aja, standar).


Shalat 5 waktu itu sangat biasa, karena kita Muslim. Shalat inilah yang membedakan kita dengan agama yang lain. Kita puasa, agama lain pun puasa. Kita zakat, agama lain pun begitu. Shalat itu Islam dan hanya Islam. Its what makes us unique

Saking istimewanya, bagi kita Muslim laki-laki, tidak ada alasan apapun untuk tidak shalat. Tidak ada cerita izin, nitip absen, atau libur. Sibuk, dalam perjalanan, perang, lumpuh – tetap shalat. Tentu ada toleransi dalam pelaksanaannya, tapi libur tidak pernah. Agar kita tetap Islam, tetap menjadi Muslim.

Jadi Shalat itu biasa, karena kita Muslim. Justru yang tidak biasa (aneh) adalah Muslim yang tidak shalat, karena ke-Muslimannya wajib dipertanyakan. 

Tapi begini, untuk menghindari suudzon, ada baiknya kita tanyakan teman-teman Muslim kita (atau diri kita sendiri) yang tidak shalat, mengapa memilih untuk tidak shalat. Namun pilihan jawaban hanya dua. Karena memang hanya dua alasan bagi seorang Muslim untuk tidak shalat. Belum akil baligh atau sudah tidak waras. Silahkan dipilih.

Wallahualam

Komentar

  1. berarti yang rajin solat itu muslim std alias standar..hehehe...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar Menjadi, Dan Dari, Orang Tua

Bismillahirrahmanirrahiim Jika Allah mengizinkan, saya akan diamanahkan seorang anak beberapa hari lagi . I can’t really tell you how I am feeling - perasaannya mungkin terlalu campur aduk. Tapi saya bisa sedikit berbagi tentang hal-hal yang mulai ngumpul dikepala, dan yang paling utama adalah: “bagaimana caranya jadi orang tua yang baik?” Untuk menjawab pertanyaan ini saya sudah mulai baca-baca beberapa judul buku dan article tentang parenting. Tapi terus saya berpikir: “Ngapain saya capek-cape nyari buku tentang parenting, sedangkan contoh real, nyata, terbukti dan sangat terasa keberhasilannya ada di dalam hidup saya!” Meminjam istilah yg di pake Randy Pausch:  “I won the parent lottery” . Kalo takdir pembagian orang tua itu sebuah undian, maka saya dan adik2 saya lah pemenang utamanya. Kami telah dihadiahkan oleh Allah orang tua yang terbaik. (Namun, sedikit sekali kami bersyukur untuknya). Kenapa saya merasa beruntung? Well, let me tell you a tiny bit abo...

Renungan, After He's Gone

Its been over a month since my father passed away. We are still in mourning because we miss him. Mungkin nanti seiring berjalannya waktu, rasa shock, sedih dan kangen itu akan mulai perlahan hilang. But a part of me don’t want that feeling to go away. Pengen terus kangen. Sebenarnya saya pribadi sudah sering diam-diam mempersiapkan diri untuk merasakan rasa kehilangan ini. Setiap kali kami sekeluarga ngumpul, selalu ada lintasan pikiran yang bilang: suatu saat pasti personil berkurang satu. Pasti. It could even be me. But you just cant prepare yourself mentally for things like these. Apalagi semendadak ini. Sejak kejadian kemarin, yang sering kepikiran kebaikan-kebaikan almarhum, flashback adegan di mobil saat sakratul maut, mikirin apa yang dipikirkan oleh Ayamu di momen-momen terakhir, gimana almarhum di alam kubur. Semoga Allah shows love to him the way he loved us. Tentu ada hal lain juga yg muncul di pikiran seperti bagaimana saat saya nanti mengalami sakratu...