Istri saya sedang hamil 8 bulan dan layaknya
pasangan-pasangan lainnya yang sedang menantikan kelahiran anak pertamanya,
kami sering membicarakan tentang masa depan, tentang si kecil, nama apa yang
lucu, akan sekolah di mana
dan hal-hal seru lainnya.
Salah satu hal yang sempat menjadi pembahasan
yang menarik diantara kami berdua adalah tentang keinginan kami, jika
dianugerahi bayi laki-laki, untuk menjadikannya tumbuh menjadi remaja yang cinta
masjid.
Kami sangat ingin anak kami tumbuh menjadi seseorang
yang hatinya tertaut kepada masjid. Kami ingin memiliki anak laki-laki yang
bisa tetap tersenyum saat tidak mandapat mainan terbaru, tapi gelisah jika
melewati shalat berjamaah di masjid; seorang pemuda yang jika mendatangi sebuah
daerah baru, maka yang ditanya pertama bukanlah, “dimana warung terdekat? Saya
ingin beli rokok”, tapi sibuk menanyakan, “dimana masjid terdekat? Sebentar
lagi Ashar”.
Itu yang kami inginkan dan kami telah sepakat
tentang ini. Sekarang, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana mewujudkan
keinginan ini. How is it done?
Bagaimana caranya membiasakan anak dengan suasana masjid dan, lebih dari itu,
membuat dia menjadi bagian dari masjid dan masjid menjadi bagian dari hidupnya?
Untuk mencari tahu, kami mencoba berguru kepada beberapa orang tua yang sudah terbukti
sukses mendidik anak-anaknya untuk mencintai masjid. Kami menemukan banyak
nasehat dan cerita-cerita yang sangat menarik tentang hal ini.
Setelah berbicara dengan mereka, saya simpulkan
bahwa cara yang paling ampuh untuk membiasakan anak mendatangi masjid untuk
shalat berjamaah adalah dengan menerapkan 6 hal berikut:
1.
Cari
Lingkungan Yang Mendukung
Semua orang yang
pernah kecil pasti paham bahwa salah satu hal yang memiliki pengaruh terbesar
terhadap kepribadian dan tingkah laku anak-anak adalah teman-teman dan
lingkungan bermainnya. Jika kita menempatkan anak di dalam lingkungan yang
rajin ke masjid, maka itu akan menjadikan tugas orang tua jauh lebih mudah.
2.
Komitmen Dari Kedua Orang Tua
Apabila dorongan
kepada anak untuk shalat di masjid hanya datang dari salah satu dari orang
tuanya, sedangkan yang lainnya tidak memiliki semangat atau komitmen yang sama,
maka hampir dapat dipastikan bahwa usahanya tidak akan efektif. Anak akan
merasa terombang ambing dan manjadikan orang tua sebagai tameng saat merasa
malas untuk pergi ke masjid.
3.
Contoh Dari Orang Tua
Action speaks louder than words. Penelitian
pada anak telah menemukan bahwa anak Anda lebih sering melakukan apa yang Anda
lakukan daripada apa yang Anda perintahkan. Fitrah dari seorang anak adalah
meniru dan mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tuanya, oleh karena itu
orang tua wajib menjadi teladan, mendidik anak dengan member contoh-contoh yang
mengagumkan, termasuk dalam membiasakan anak untuk mendatangi masjid.
4.
Orang Tua Harus Tega
Para ibu khususnya
sering dihadapkan pada dilemma klasik: membangunkan anak yang sedang tidur
nyenyak, kemudian menyuruhnya untuk jalan ke masjid untuk shalat subuh, atau
membiarkannya menikmati tidurnya sampai dia terbangun sendiri, kemudian baru
mengingatkannya untuk shalat subuh dirumah. Kebanyakan dari ibu memilih opsi
kedua karena lebih mudah dan terkesan lebih menunjukkan kasih saying sebagai
ibu. Namun, kasih saying yang sesungguhnya sebenarnya ada di pilihan yang
pertama, karena dengan ‘memaksa’ yang masih mengantuk jalan ke masjid, sang ibu
mengajarkan dan membiasakan kepada anaknya nilai disiplin, menaklukan hawa
nafsu dan menomorsatukan perintah Allah. Semua pelajaran ini memang tak akan
berdampak langsung kepada anak, tapi saat anak beranjak dewasa, nilai-nilai ini
lah yang kelak akan menyelamatkannya.
5.
Pemahaman Itu Baik, Tapi Tidak Wajib
Sebagian orang tua
berdalih bahwa yang terpenting adalah anak memahami dulu esensi dari shalat di
masjid. Aplikasinya, menurut mereka, akan menusul dengan sendirinya jika si
anak sudah sepenuhnya paham dan memiliki kesadaran dari dirinya sendiri unruk
shalat di masjid. Ini memang tidak keliru, tapi bukanlah cara yang efektif.
Saat anak masih kecil dan belum bisa diajak berlogika, inilah saat yang paling
tepat untuk melatihnya shalat di masjid sehingga terbiasa. Saat anak sudah mulai
sedikit matang, barulah orang tua memberinya pemahaman mengenai amalan-amalan
yang dilakukannya.
6.
Beri Hadiah
Merasa diapresiasi
adalah segalanya untuk anak-anak. Bahkan, untuk kebanyakan anak-anak, ini
menjadi sumber motivasi terbesar dalam melakukan apapun, dan ini sangat wajar.
Sebagai orang tua ada baiknya kita menunukkan rasa senang dan bangga kepada
anak secara eksplisit. Di awal proses pembelajaran, cobalah sesekali memberikan
hadiah kecil atas usaha kerasnya membiasakan diri shalat di masjid. Ini adalah
inisiatif yang baik karena akan menyadarkan anak Anda bahwa shalat di masjid
adalah sesuatu yang sangat tinggi nilainya dan patut diapresiasi.
Cobalah Anda tengok ke masjid terdekat dan hitung berapa
orang yang hadir di setiap waktu shalat berjamaah. Saya dapat pastikan bahwa
apa yang Anda lihat adalah fenomena yang ada pada hampir setiap masjid di
seluruh penjuru negeri ini. Faktanya, jarang kita mendapatkan masjid yang shaf
shalat berjamaahnya melebihi 2 shaf. Ini sungguh miris mengingat Rasulullah dan para shahabatnya selalu
melaksanakannya dan tidak pernah meninggalkannya kecuali jika ada ‘udzur yang
syar’i. Bahkan ketika Rasulullah sakit pun beliau tetap melaksanakan shalat
berjama’ah di masjid dan ketika sakitnya semakin parah beliau memerintahkan Abu
Bakar untuk mengimami para shahabatnya.
Kosongnya masjid-masjid di
waktu shalat, selain karena kurangnya pemahaman agama, juga diakibatkan oleh
kurangnya pembiasaan terhadap amalan istimewa ini. Godaan yang membujuk kita
untuk menunda shalat atau melakukan shalat sendiri itu luar biasa besar dan
nyatanya sangat sulit untuk dilawan tanpa kemauan yang keras dan disiplin yang
dibentuk oleh kebiasaan yang membekas. Oleh karena itu marilah kita agendakan
untuk melatih diri sendiri dan anak-anak kita untuk shalat di masjid agar
mudah-mudahan kita dan anak-anak termasuk golongan orang yang mendapatkan
lindungan di Hari Pembalasan, sebagaimana diungkapkan oleh Rasulullah S.A.W:
“Tujuh
golongan yang Allah akan menaungi mereka pada suatu hari (kiamat) yang tidak
ada naungan kecuali naungan-Nya; (diantaranya) seorang penguasa yang adil,
pemuda yang dibesarkan dalam ketaatan pada Rabbnya, seorang yang hatinya selalu
terpaut dengan masjid,…” (Muttafaqun alaihi)
Komentar
Posting Komentar