Di dalam Quran Allah menggunakan beberapa istilah untuk
memerintah kita untuk berinfaq/sedekah. Ada ‘nafkahkan harta’, ada ‘perdagangan
dengan Allah’, ada ‘pinjaman kepada Allah’. Ketiganya menarik untuk dibahas,
tapi yang paling bikin penasaran adalah ‘pinjaman’.
Allah adalah pemilik segalanya. Apa yang ada pada kita
adalah milik Allah yang dititipkan kepada kita. Jadi malah seharusnya kita yang
minjem dan Allah yang minta pinjaman dibalikin.
Sebenarnya Allah bisa aja bilang “beinfaqlah kamu semua!” - lebih gampang, to the point, pesannya sama aja. Tapi Allah memilih istilah pinjaman.
Pasti ini dengan tujuan tertentu, agar perintah berinfaq ini ada efek tertentu
buat kita.
Apa konotasi dari kata pinjaman? Apa yang bisa kita pelajari
dari kata pinjaman?
Yang pertama dan paling jelas adalah pinjaman berarti
mendapatkan kembali. Ini hal pertama yang muncul di otak kita saat Allah memakai
istilah pinjaman. Intinya, Allah menjanjikan bahwa apapun yang kita infaq-kan pasti
akan dikembalikan kepada kita. PASTI.
Ini seharusnya membuat kita tidak ragu-ragu atau takut untuk
berinfaq.
Efek Emosional
dari ‘Pinjaman’
Tapi ada satu hal lagi yang baik untuk kita renungkan adalah
efek emosional dari pemilihan kata ‘pinjaman’.
Bayangkan ibu atau ayah kita. Mereka udah merawat kita dari
kecil, memberi kita makan setiap hari, menjaga kita, menyekolahkan kita, memberikan
kita uang jajan, membelikan kita barang-barang yg kita pengen. Bayangkan suatu
hari mereka kehabisan dan butuh sedikit uang. Dan mereka berpikir untuk minta
tolong kepada kita, anaknya. Mereka datang kepada kita dan kata-kata yang
keluar dari mulut mereka adalah: “Sayang, Papah butuh uang. Bisa kasih uang pinjeman
ga ke papah?”
Perasaan pertama yang muncul adalah iba, malu. Pasti kita
LANGSUNG keluarin duit dengan IKHLAS dan bilang: “Ya ampun pah, gak usah minjem
pah. Ini aku ada uang, buat papah aja”.
Dan harusnya kita langsung mikir: "Kenapa ya orang tua butuh bantuan
uang ke saya malah minjem. Kenapa ga minta aja? Apa mungkin orang tua saya melihat
selama ini saya orangnya memang posesif, rakus, pelit, gak mau rugi kalo sudah
menyangkut masalah uang? Sampe-sampe mereka gak langsung minta aja, harus
minjem segala"
Time to Think
Mari kita renungin.
Allah berulang kali minta kita minta kita berinfaq, tapi kita
nyaris gak melakukannya. Sekali-kalinya kita infaq, nyaris gak berarti. Ada
uang Rp 152,000 di dompet, yang kita keluarin untuk kotak amal pasti yang Rp 2rb.
Pelitnya kita. Cinta sekali kita sama uang.
Sekarang, Allah minta pinjeman ke kita. Allah sampai merendahkan
diri agar kita berubah. Masihkan kita tidak tergerak? Gak adakah rasa iba, malu
sama diri sendiri?
Kalo masih gak ada efek, parah banget! Karena secara logis, perintah infaq dengan istilah 'pinjaman' adalah untuk orang-orang yang paling rendah mentalitasnya.
Perumpamaan infaq sebagai ‘nafkah’ itu akan menggerakkan orang-orang yang penuh
rasa tanggung jawab. Infaq sebagai ‘perdagangan’ menggerakkan orang-orang yang
orientasi keuntungan.
Infaq sebagai ‘pinjaman’ seharusnya menggerakkan orang yang - tanggung jawabnya mungkin kurang, keinginan untuk suksesnya juga kurang - tapi seenggaknya masih mikir: “yang penting gw gak rugi”.
Infaq sebagai ‘pinjaman’ seharusnya menggerakkan orang yang - tanggung jawabnya mungkin kurang, keinginan untuk suksesnya juga kurang - tapi seenggaknya masih mikir: “yang penting gw gak rugi”.
Jadi, kalo Allah minta pinjaman yang PASTI dikembalikan
tapi kita tetap tidak tergerak untuk berinfaq, kita layak pertanyakan
mentalitas dan iman kita.
Wallahu’alam.
Komentar
Posting Komentar