Saat kita mikirin tentang mati, ada dua hal yang penting untuk
dipikirkan. Bukan kapan kita mati atau kenapa kita mati. Yang penting adalah
gimana kondisi kita saat mati: Apa yang sedang kita lakukan saat kematian dateng,
dan gimana kondisi hati kita saat malaikat maut dateng untuk cabut nyawa kita.
Ada orang yang saat kematian dateng sedang melakukan maksiat. Ada yang mati
saat melakukan kebaikan. Kita gak tau kapan nyawa bakal dicabut. Kalo gak
pengen mati saat melakukan maksiat, ya amannya berhenti bermaksiat. Jangan ambil
resiko.
Ada orang yang saat malaikat maut menghampiri secara
mendadak, hati dan pikirannya memberontak, belum mau ninggalin dunia. Enak di
dunia. Masih pengen nikmatin masa muda. Bisnis bentar lagi booming. Karir mrnjanjikan. Keluarga makin disayang. Masih banyak
ambisi yang belum terwujud. Dia gak terima mati.
Ada juga orang yang saat malaikat mau dateng tiba-tiba, dia
ridho. Sedih iya, tapi tetap tenang. Dia rela sama ketentuan Allah. Toh dia
milik Allah. Dunia ini cuma perhentian sementara buatnya. Dia berserah diri
sama Allah, berserah diri sama apa yang akan dilakukan malaikat maut kepadanya.
Kita gak tau kapan kita bakal mati. Kalo ternyata dateng
tiba-tiba, dimasa muda dan sehat, gimana kondisi hati kita? Terima atau
berontak?
Kalo sehari-sehari biasanya hati dan otak sibuk pusingin
harta, ambisi, cinta berlebih kepada manusia, bisa gak ya pas berhadapan sama
malaikat maut kita lupakan itu semua?
Kalo sehari-hari kita gak biasa berserah diri sama Allah,
bisa gak ya pas malaikat mau dateng tiba-tiba, hati kita langsung berserah diri
kepada Allah?
Just a thought.
Semoga bermanfaat.
Wallahua'lam
----
Ibnu
Umar radhiyallaahu
‘anhuma berkata, “Suatu hari aku duduk bersama
Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam,
tiba-tiba datang seorang lelaki dari kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan
salam kepada Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah,
siapakah orang mukmin yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paling
baik akhlaqnya’. Kemudian ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paling
cerdas?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling
banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian
tersebut, itulah orang yang paling cerdas.’
(HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsamiy.
Syaikh Al Albaniy dalam Shahih Ibnu Majah 2/419 berkata : hadits hasan"
Komentar
Posting Komentar