Langsung ke konten utama

Yang Penting Tentang Mati



Saat kita mikirin tentang mati, ada dua hal yang penting untuk dipikirkan. Bukan kapan kita mati atau kenapa kita mati. Yang penting adalah gimana kondisi kita saat mati: Apa yang sedang kita lakukan saat kematian dateng, dan gimana kondisi hati kita saat malaikat maut dateng untuk cabut nyawa kita.

Ada orang yang saat kematian dateng sedang melakukan maksiat. Ada yang mati saat melakukan kebaikan. Kita gak tau kapan nyawa bakal dicabut. Kalo gak pengen mati saat melakukan maksiat, ya amannya berhenti bermaksiat. Jangan ambil resiko.

Ada orang yang saat malaikat maut menghampiri secara mendadak, hati dan pikirannya memberontak, belum mau ninggalin dunia. Enak di dunia. Masih pengen nikmatin masa muda. Bisnis bentar lagi booming. Karir mrnjanjikan. Keluarga makin disayang. Masih banyak ambisi yang belum terwujud. Dia gak terima mati.

Ada juga orang yang saat malaikat mau dateng tiba-tiba, dia ridho. Sedih iya, tapi tetap tenang. Dia rela sama ketentuan Allah. Toh dia milik Allah. Dunia ini cuma perhentian sementara buatnya. Dia berserah diri sama Allah, berserah diri sama apa yang akan dilakukan malaikat maut kepadanya.

Kita gak tau kapan kita bakal mati. Kalo ternyata dateng tiba-tiba, dimasa muda dan sehat, gimana kondisi hati kita? Terima atau berontak?

Kalo sehari-sehari biasanya hati dan otak sibuk pusingin harta, ambisi, cinta berlebih kepada manusia, bisa gak ya pas berhadapan sama malaikat maut kita lupakan itu semua?

Kalo sehari-hari kita gak biasa berserah diri sama Allah, bisa gak ya pas malaikat mau dateng tiba-tiba, hati kita langsung berserah diri kepada Allah?


Just a thought.

Semoga bermanfaat.

Wallahua'lam

----

Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Suatu hari aku duduk bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang lelaki dari kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paling baik akhlaqnya’. Kemudian ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.’ 

(HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsamiy. Syaikh Al Albaniy dalam Shahih Ibnu Majah 2/419 berkata : hadits hasan"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sedikit Tentang Shalat

Predikat sholeh atau alim sering kita berikan kepada orang-orang yang menjaga shalatnya. “Dia mah anaknya sholeh banget, shalat 5 waktunya gak pernah bolong”. Ada yang aneh kalau dipikir-pikir. Kita yang aneh, persepsi kita.                    Shalat 5 waktu = Muslim yang sholeh.  Padahal shalat itu kewajiban seorang Muslim. Shalat itu salah satu rukun Islam. Berarti tanpa shalat kita tidak ber-Islam dan bukan seorang Muslim. Yang berarti shalat 5 waktu membuat kita menjadi Muslim. Jadi persamaan ini rasanya lebih tepat:          Shalat 5 waktu = Muslim (aja, standar). Shalat 5 waktu itu sangat biasa, karena kita Muslim. Shalat inilah yang membedakan kita dengan agama yang lain. Kita puasa, agama lain pun puasa. Kita zakat, agama lain pun begitu. Shalat itu Islam dan hanya Islam. Its what makes us unique .  Sakin...

Belajar Menjadi, Dan Dari, Orang Tua

Bismillahirrahmanirrahiim Jika Allah mengizinkan, saya akan diamanahkan seorang anak beberapa hari lagi . I can’t really tell you how I am feeling - perasaannya mungkin terlalu campur aduk. Tapi saya bisa sedikit berbagi tentang hal-hal yang mulai ngumpul dikepala, dan yang paling utama adalah: “bagaimana caranya jadi orang tua yang baik?” Untuk menjawab pertanyaan ini saya sudah mulai baca-baca beberapa judul buku dan article tentang parenting. Tapi terus saya berpikir: “Ngapain saya capek-cape nyari buku tentang parenting, sedangkan contoh real, nyata, terbukti dan sangat terasa keberhasilannya ada di dalam hidup saya!” Meminjam istilah yg di pake Randy Pausch:  “I won the parent lottery” . Kalo takdir pembagian orang tua itu sebuah undian, maka saya dan adik2 saya lah pemenang utamanya. Kami telah dihadiahkan oleh Allah orang tua yang terbaik. (Namun, sedikit sekali kami bersyukur untuknya). Kenapa saya merasa beruntung? Well, let me tell you a tiny bit abo...

Renungan, After He's Gone

Its been over a month since my father passed away. We are still in mourning because we miss him. Mungkin nanti seiring berjalannya waktu, rasa shock, sedih dan kangen itu akan mulai perlahan hilang. But a part of me don’t want that feeling to go away. Pengen terus kangen. Sebenarnya saya pribadi sudah sering diam-diam mempersiapkan diri untuk merasakan rasa kehilangan ini. Setiap kali kami sekeluarga ngumpul, selalu ada lintasan pikiran yang bilang: suatu saat pasti personil berkurang satu. Pasti. It could even be me. But you just cant prepare yourself mentally for things like these. Apalagi semendadak ini. Sejak kejadian kemarin, yang sering kepikiran kebaikan-kebaikan almarhum, flashback adegan di mobil saat sakratul maut, mikirin apa yang dipikirkan oleh Ayamu di momen-momen terakhir, gimana almarhum di alam kubur. Semoga Allah shows love to him the way he loved us. Tentu ada hal lain juga yg muncul di pikiran seperti bagaimana saat saya nanti mengalami sakratu...