Langsung ke konten utama

Kenapa Quran Harus Selalu Dalam Bahasa Arab?



Here's a common question:

“Kenapa Quran selalu harus ada Bahasa Arabnya? Bahkan saat kita baca Quran terjemahan, Quran versi Bahasa Arabnya tetap ada. Kenapa ga bisa kaya buku-buku terjemahan lainnya yang disajikan full dalam bahasa terjemahan, mungkin langung Quran berbahasa Indonesia, Inggris, Jerman dll?”

Saya akan tawarkan dua jawaban singkat: 1) Unuk menjaga salah satu ‘miracle’ atau keajaiban dari Quran dan 2) Supaya tidak terjadi salah informasi

Keajaiban

Jadi Quran merupakan sebuah miracle/mu’jizat/keajaiban. Keajaiban dari Qur’an ini terletak pada dua hal, yang pertama adalah isi dari Quran. 

Quran banyak menjelaskan fenomena-fenomena ilmiah yang baru ditemukan ilmuwan belum lama ini. Ayat-ayat ini tersebar di beberapa tempat di Quran dan sudah banyak dijabarkan di berbagai website dan video youtube. 

Buat saya pribadi, contoh yang paling “wah” adalah ayat 30-33 di surat Al-Anbiya (surat ke-21). Kenapa “wah”? Karena biasanya Allah beri keajaiban itu sedikit-sedikit di ayat-ayat yang lain, tapi di surat ini Allah kasih banyak sekaligus. Bertubi-tubi. Jadi kita tertamparnya berulang kali.

Di situ Allah menjelaskan tentang langit dan bumi tadinya satu kemudian berpisah (big bang), tentang semua makhluk hidup berasal dari air, tentang gunung menstablikan bumi, tentang langit sebagai atap, tentang matahari dan bulan yang memiliki garis edar (orbit).

Ayat-ayat ilmiah ini adalah salah satu dari beberapa keajaiban Quran dari segi isinya. Ada juga keajaiban lain dari ayat-ayat yang menjelaskan catatan historis, kebijaksaan tentang aturan hukum dan kecenderungan social dll.

Semua keajaiban yang berhubungan dengan isi pesan dari Al Quran ini (secara garis besar) bisa diterjemahkan. Tapi keajaiban yang kedua – yaitu keajaiban Al Quran dari segi keindahan penyampaiannya – ini tidak bisa diterjemahkan.

Quran has rhyme and rhythm, it has wordplay, it has idioms and figurative speech. Ini nyaris mustahil bisa dipertahankan kalau sudah diterjemahkan ke Bahasa lain.

Kulhu Allahu AHAD. Allahu SOMAD. Lamyalid walam YULAD. Walam yakullahu kufuwan AHAD.
Katakanlah: “Dialah Allah, Yang Maha ESA. Allah tempat meminta segala SESUATU. Tidak 
beranak dan tidak DIPERANKKAN. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan DIA.

Ini surat Al-Ikhlas. Surat pendek. Isinya luar biasa, menjelaskan konsep ketuhanan dalam Islam secara 100% jelas dan gamblang. Gak ada kerancuan dan ruang untuk perdebatan.

Kemantapan isi pesan dari ayat ini bisa diterjemahkan, no problem. Pesannya sampai kepada orang berbahasa Indonesia. Tapi keindahan ayat-ayatnya hilang. Pada Bahasa Arab, ada rima (setiap akhir kalimat bunyinya sama, kaya pantun). Inilah yang membuat surat Al-Ikhlas ini menarik dan mudah diingat. Tapi di dalam Bahasa lain selain Arab, keindahan ini hilang.

Misinformasi

Sebelumnya saya bilang isi pesan dari Al Quran (sebagian besar) bisa diterjemahkan. Kenapa sebagian besar? Karena begitulah resiko alih-bahasa, there will be things that are lost in translation. Pasti akan ada makna atau feel yang hilang.

Contoh simple dari Bahasa Indonesia ke Inggris: Dalam Bahasa Inggris ada kata “receive” dan “accept”, dua kata ini maknyanya jelas berbeda. Tapi dalam Bahasa Indonesia dua-duanya diterjemahkan “menerima”. Otomatis ada makna yang hilang disitu. 

Dengan tetap mempertahankan Bahasa aslinya, Quran tidak akan pernah disalahartikan seperti ini karena kita selalu bisa merujuk kepada sumber aslinya untuk mendapatkan pemahaman kata yang benar.

Bayangkan kalau Quran, atau buku apapun, diterjemahkan tanpa mempertahankan atau menghiraukan Bahasa aslinya. Ada kemungkinan akan terjadi kekeliruan dalam memahami pesan dari buku tersebut, tanpa bisa dikoreksi. Naudzubillah.


Wallahualam.

Allah knows best.

Semoga bermanfaat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orientalisme: Kenapa Kulit Putih (Terkesan) Superior?

Diteruskan dari post sebelumnya...  Kenapa kulit putih (terkesan) superior?  Ini pendapat Edward Said dalam Orientalism. Enjoy :) Pendapat Fanon ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Edward Said dalam Orientalism . Konsep superioritas-inferioritas adalah bagian dari konstruksi besar yang dilakukan Barat untuk membentuk pencitraan tertentu terhadap Orient , atau Timur. Konstruksi terhadap Orient ini dilakukan dengan cara-cara seperti “ making statements about it, authorizing views of it, describing it, by teaching it, settling it, ruling over it” (Fanon, 1967: 4) . Segala urusan Barat yang yang berkaitan dengan Orient merupakan bagian dari konstruksi besar ini. Dampak, atau tujuan, dari konstruksi ini adalah demi kekuatan dan kekuasaan. Inilah Orientalisme yang dimaksud oleh Said, yaitu Orientalisme sebagai: “a Western style for dominating, restructuring, and having authority over the Orient” (Said, 1967: 4) . Ini merupakan tujuan utama dari orientalis...

Kenapa Kulit Putih Superior?

Penjajahan mengakibatkan banyak hal untuk negara yang dijajah. Salah satunya adalah menanamkan, entah secara sengaja atau tidak sengaja, sebuah gagasan bahwa orang Barat itu lebih hebat daripada orang Timur. Begitu katanya. Ini saya kutip dari skripsi saya. Kali aja seru. Enjoy. Konsep Superioritas dan Inferioritas dalam Konteks Kolonialisme Kolonialisme sudah pasti tidak terpisah dari konsep superioritas dan inferioritas. Singkatnya, konsep atau gagasan ini menyatakan bahwa kulit putih merupakan golongan yang superior dan kulit warna merupakan golongan yang inferior.   Mengenai timbulnya konsep tersebut terdapat beberapa pandangan yang berbeda. Adakah konsep superioritas-inferioritas ini sebab atau akibat dari kolonialisme? Dalam Black Skin, White Masks Fanon secara kritis membahas persoalan ini. Fanon mempresentasikan sebuah pandangan oleh M. Mannoni yang berpendapat bahwa konsep superioritas-inferioritas adalah yang menyebabkan terjadinya kolonialisme. Pada saat ...

Sedikit Tentang Shalat

Predikat sholeh atau alim sering kita berikan kepada orang-orang yang menjaga shalatnya. “Dia mah anaknya sholeh banget, shalat 5 waktunya gak pernah bolong”. Ada yang aneh kalau dipikir-pikir. Kita yang aneh, persepsi kita.                    Shalat 5 waktu = Muslim yang sholeh.  Padahal shalat itu kewajiban seorang Muslim. Shalat itu salah satu rukun Islam. Berarti tanpa shalat kita tidak ber-Islam dan bukan seorang Muslim. Yang berarti shalat 5 waktu membuat kita menjadi Muslim. Jadi persamaan ini rasanya lebih tepat:          Shalat 5 waktu = Muslim (aja, standar). Shalat 5 waktu itu sangat biasa, karena kita Muslim. Shalat inilah yang membedakan kita dengan agama yang lain. Kita puasa, agama lain pun puasa. Kita zakat, agama lain pun begitu. Shalat itu Islam dan hanya Islam. Its what makes us unique .  Sakin...