Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2015

Isi CV Kita di Akhirat

Humans are obsessed with results. Saat kita mau naik kelas atau lulus sekolah, yang dilihat adalah nilai kita. Saat kita mengikuti perlombaan, yang dinilai adalah hasil point kita. Begitu juga saat kita mau melamar pekerjaan, yang terpampang di CV kita adalah daftar raihan prestasi kita. Bagaimana cara dan usaha kita mendapatkan nilai dan prestasi itu? That’s not important. Orang gak mau tau jerih payah, jatuh bangun, perjuangan kita dalam melakukan sebuah usaha. Pokonya kalau gagal mendapatkan hasil yang baik, ya kita dianggap gagal. Kita kurang hebat. Ini memang alamiah.  Begitulah cara manusia menilai kehebatan seseorang. Kita menilai dari prestasi, dari hasil akhir yang bisa dilihat. Kalau Allah, sebaliknya. Yang dinilai adalah usaha kita. Hasilnya bagaimana? That’s not important. CV yang akan ditunjukkan di akhirat adalah CV yang disana terpampang semua usaha kita. Dari situ lah kehebatan kita dinilai. Banyak Nabi yang prestasi amalnya menyedihkan.

Kenapa Quran Harus Selalu Dalam Bahasa Arab?

Here's a common question: “Kenapa Quran selalu harus ada Bahasa Arabnya? Bahkan saat kita baca Quran terjemahan, Quran versi Bahasa Arabnya tetap ada. Kenapa ga bisa kaya buku-buku terjemahan lainnya yang disajikan full dalam bahasa terjemahan, mungkin langung Quran berbahasa Indonesia, Inggris, Jerman dll?” Saya akan tawarkan dua jawaban singkat: 1) Unuk menjaga salah satu ‘miracle’ atau keajaiban dari Quran dan 2) Supaya tidak terjadi salah informasi Keajaiban Jadi Quran merupakan sebuah miracle/mu’jizat/keajaiban. Keajaiban dari Qur’an ini terletak pada dua hal, yang pertama adalah isi dari Quran.  Quran banyak menjelaskan fenomena-fenomena ilmiah yang baru ditemukan ilmuwan belum lama ini. Ayat-ayat ini tersebar di beberapa tempat di Quran dan sudah banyak dijabarkan di berbagai website dan video youtube.  Buat saya pribadi, contoh yang paling “wah” adalah ayat 30-33 di surat Al-Anbiya (surat ke-21). Kenapa “wah”? Karena biasanya Allah beri keajai

Parenting Tips: Menerima Perasaan Anak

Alhamdulillah. Anak saya sekarang sudah memasuki fase dimana dia mulai mampu menunjukkan dan mengkomunikasikan perasaannya. Bagaimana sebaiknya kita merespon perasaan (khususnya perasaan negatif) yang anak tunjukkan kepada kita? Here's a bit of an insight, quoted from a great book I'm reading. Semoga bermanfaat.                                                                           ---- Sedih, takut, ngeri, kesal, jijik, atau marah adalah keadaan yang sungguh-sungguh dialami anak. Kita tak dapat mengingkari atau menolaknya. Semakin kita menolak perasaan anak, semakin sulit kita menetralkan perasaan anak terjadi. Bahkan bisa jadi, pengingkaran kita terhadap perasaan anak membuat anak merasa tidak di terima atau diabaikan. Ini justru bisa berbahaya. Alih-alih kita ingin membesarkan anak, justru ia merasa diremehkan. Jadi, kalalu anak menampakkan rasa takut – apalagi kalua ia mengungkapkan secara langsung – tanggapilah ia dengan menunjukkan penerimaan ter