Langsung ke konten utama

Ibarat Jam Dinding



Bismillah.

Islam.
What happened?

Apa yang terjadi dengan Islam yang seharusnya bisa mengangkat derajat manusia? Apakah Islam sudah kehilangan kekuatannya untuk merubah hidup manusia?

Tentang ini, sebuah buku yang saya membuat baca sebuah perumpamaan yang menarik, logis and powerful.


Coba perhatikan sebuah jam dinding. Ia memiliki banyak komponen-komponen kecil yang disatukan untuk membuat jam itu bekerja. Ada baterai, jarung jam, jarum menit, jarum detik dan komponen kecil lainnya.

Jam tersebut hanya akan mampu bekerja jika semua komponen dipasang  dengan benar.

Jika jarum jamnya tidak dipasang, maka jam itu tidak akan mampu menunjukkan waktu. Jika jarum itu dipasang tapi tidak sesuai cara yang dinstruksikan, maka kemungkinan akan tiba-tiba berhenti, atau malah menunjukkan waktu yang salah.

Kalau beberapa bagian kita cabut, maka jam tidak akan beroperasi.  Jika komponen-komponen itu ditukar dengan bagian-bagian dari sebuah mesin jahit misalnya, ya tidak akan berfungsi.

Jika semua komponen sudah ditempatkan di tempat masing-masing, tapi tidak saling terhubung, ya sama saja bohong.

Imagine Islam as this clock…

Prinsip moral, aturan keseharian, hak Tuhan, hak dan kewajiban manusia, aturan untuk mencari dan menggunakan uang, aturan perhaulan antar manusia, pria dan wanita, aturan tentang perang dan kedamaian, prinsip pemerintahan – semua ini adalah bagian-bagian/komponen-komponen Islam.

Kenyataannya, sekarang kita telah mencabut banyak bagian dari jam tersebut, dan sebagai gantinya kita mengambil segala rupa bagian dari segala macam benda dan memasangnya ke dalam jam tersebut. Kita memanggil diri kita Muslim tapi memakan bunga bank, memamerkan aurat, berpacaran, menikmati gaya hidup sekuler, menempatkan agama hanya dalam masjid dan musola.

Semua kelakuan dan pemikiran non-Islami kita pasang ke dalam jam Islam ini. Tapi kita mengharapkan jam ini bisa berjalan dengan baik!


Sedihnya, jika jamnya sudah seperti ini, maka mengelap, membersihkan dan mempercantiknya tidak akan ada gunanya, karena jam itu tetap tidak akan berfungsi. Tahajud, dhuha, puasa senin-kamis, membaca quran berjam-jam – semua ibadah ini memang akan membuat Islam terlihat indah dan cantik, tapi tidak akan membuat Islam menjadi sempurna jika komponen-komponen orisinalnya tidak segera dikembalikan dan dipasang di jam Islam tersebut.

Kita harus membuang bagian-bagian dari luar dan mengembalikan bagian-bagian asli agar kesempurnaan Islam bias mengangkat derajat orang-orang Muslim.

Bagaimanakah keadaan jam dinding kita saat ini?

Dari jauh orang mungkin akan melihat sebuah jam dinding yang utuh. Itulah jam dinding.
Orang diluar Islam akan mengatakan itulah Islam dan kalian adalah Muslim. Tapi mereka tidak bisa melihat sebagaimana parah jam ini telah diacak-acak di dalamnya.

Kita harus membuang bagian-bagian dari luar dan mengembalikan bagian-bagian asli.

Tidak ada tanggungjawab bagi kita selain menyampaikan kebenaran.

Wallahualam


Inspired by Let us be Muslims – sermons of Sayyid Mawdudi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Futsal Porda Kota Bandung

Tercatat sudah di dalam sejarah olah raga Jawa Barat. Tahun 2010 tim Kota Bandung menjuarai cabang paling anyar dalam gelaran PORDA JABAR - cabang Futsal. Profil pemain-pemain yang membawa tim ini juara bukan lagi menjadi rahasia bagi para pencinta futsal di Bandung, bahkan Jawa Barat. Tapi yang hingga kini masih menjadi rahasia adalah filosofi yang diusung para pemain tersebut untuk meraih keberhasilan saat itu: Filosofi Uhud. Setiap setelah shalat subuh berjamaah di masjid, para pemain kembali ke kamar mes untuk melakukan pengajian bersama. Bukan hal istimewa, hanya membaca quran bersama dan tausiyah singkat. Hal biasa, namun efeknya luar biasa. Subuh itu kami agak lelah karena sehari sebelumnya menjalankan pertandingan dan memenangkannya dengan telak, alhamdulillah. Namun rutinitas harus tetap dijalankan. Waktu itu giliran RT (kamar) 1 untuk menjadi tuan rumah pengajian. Penghuni RT 1 adalah Julinur, Ragil, Restu, Jaer dan saya sendiri. Sebelumnya kami telah memutuskan

Belajar Menjadi, Dan Dari, Orang Tua

Bismillahirrahmanirrahiim Jika Allah mengizinkan, saya akan diamanahkan seorang anak beberapa hari lagi . I can’t really tell you how I am feeling - perasaannya mungkin terlalu campur aduk. Tapi saya bisa sedikit berbagi tentang hal-hal yang mulai ngumpul dikepala, dan yang paling utama adalah: “bagaimana caranya jadi orang tua yang baik?” Untuk menjawab pertanyaan ini saya sudah mulai baca-baca beberapa judul buku dan article tentang parenting. Tapi terus saya berpikir: “Ngapain saya capek-cape nyari buku tentang parenting, sedangkan contoh real, nyata, terbukti dan sangat terasa keberhasilannya ada di dalam hidup saya!” Meminjam istilah yg di pake Randy Pausch:  “I won the parent lottery” . Kalo takdir pembagian orang tua itu sebuah undian, maka saya dan adik2 saya lah pemenang utamanya. Kami telah dihadiahkan oleh Allah orang tua yang terbaik. (Namun, sedikit sekali kami bersyukur untuknya). Kenapa saya merasa beruntung? Well, let me tell you a tiny bit about m

6 Tips Agar Anak Rajin Shalat di Masjid

Istri saya sedang hamil 8 bulan dan layaknya pasangan-pasangan lainnya yang sedang menantikan kelahiran anak pertamanya, kami sering membicarakan tentang masa depan, tentang si kecil, nama apa yang lucu, akan sekolah di mana dan hal-hal seru lainnya. Salah satu hal yang sempat menjadi pembahasan yang menarik diantara kami berdua adalah tentang keinginan kami, jika dianugerahi bayi laki-laki, untuk menjadikannya tumbuh menjadi remaja yang cinta masjid. Kami sangat ingin anak kami tumbuh menjadi seseorang yang hatinya tertaut kepada masjid. Kami ingin memiliki anak laki-laki yang bisa tetap tersenyum saat tidak mandapat mainan terbaru, tapi gelisah jika melewati shalat berjamaah di masjid; seorang pemuda yang jika mendatangi sebuah daerah baru, maka yang ditanya pertama bukanlah, “dimana warung terdekat? Saya ingin beli rokok”, tapi sibuk menanyakan, “dimana masjid terdekat? Sebentar lagi Ashar”. Itu yang kami inginkan dan kami telah sepakat tentang ini. Sekarang, yang