Langsung ke konten utama

Orientalisme: Kenapa Kulit Putih (Terkesan) Superior?



Diteruskan dari post sebelumnya... 
Kenapa kulit putih (terkesan) superior? 
Ini pendapat Edward Said dalam Orientalism. Enjoy :)

Pendapat Fanon ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Edward Said dalam Orientalism. Konsep superioritas-inferioritas adalah bagian dari konstruksi besar yang dilakukan Barat untuk membentuk pencitraan tertentu terhadap Orient, atau Timur. Konstruksi terhadap Orient ini dilakukan dengan cara-cara seperti “making statements about it, authorizing views of it, describing it, by teaching it, settling it, ruling over it” (Fanon, 1967: 4). Segala urusan Barat yang yang berkaitan dengan Orient merupakan bagian dari konstruksi besar ini. Dampak, atau tujuan, dari konstruksi ini adalah demi kekuatan dan kekuasaan. Inilah Orientalisme yang dimaksud oleh Said, yaitu Orientalisme sebagai: “a Western style for dominating, restructuring, and having authority over the Orient”(Said, 1967: 4). Ini merupakan tujuan utama dari orientalisme, yaitu untuk mendominasi, mengatur ulang dan menguasai Orient.
Said menjelaskan bahwa yang dimaksudnya dengan Orient ialah negara-negara yang menjadi jajahan, seperti negara-negara daerah Timur Tengah dan India: “the Orient, which until the early nineteenth century had really meant only India and the Bible lands” (Said, 1967: 5). Sampai awal abad sembilan belas, negara-negara yang masuk ke dalam kategori Orient hanyalah negara-negara daerah Timur Tengah dan sekitarnya (Bible lands) dan India, namun sejak berakhirnya perang dunia pertama daftar negara yang masuk dalam daftar Orient, atau negara yang terjajah menjadi semakin banyak. Pelaku penjajahan terhadap Orient ini disebut Occident. Said menyebutkan tiga negara utama yang masuk dalam kategori Occident: Inggris, Perancis dan Amerika: “From the beginning of the nineteenth century until the end of World War II France and Britain dominated the Orient and Orientalism; since World War II America has dominated the Orient, and  approaches it as France and Britain once did” (Said, 1967: 5). Meskipun berbeda generasi dalam hal menguasai Orient, namun Amerika disejajarkan dengan Inggris dan Perancis dalam hal kekuasaan dan kekuatan terhadap Orient.
Salah satu hal yang penting untuk dilakukan oleh Occident demi memudahkan upaya untuk menguasai Orient adalah menciptakan dan mengembangan sebuah gagasan mengenai superioritas Occident, Barat, atau kulit putih, di atas inferioritas Orient, Timur, atau kulit warna, atau dalam kata-kata Said: “the idea of European identity as a superior one in comparison with all the non-European peoples and cultures” (Said, 1967: 8). Gagasan  inilah yang memberikan Orientalisme ketahanan dan kekuatan sehingga mampu mempertahankan kekuasaan terhadap Orient dalam waktu yang cukup lama. Barat menciptakan gagasan-gagasan yang memberikan citra inferior terhadap Orient dengan mengatributkan sifat-sifat negatif terhadap Orient. Seperti dicontohkan Said, seorang petugas Imperial Inggris yang bertugas di Mesir menyatakan bahwa otak atau pola pikir Oriental itu secara logis lemah dan tidak kritis. “Reasoning” atau rasio kaum Orient dinilai buruk dan mereka dianggap tidak dapat menarik kesimpulan dari premis paling sederhana “They are often incapable of drawing the most obvious conclusions from any simple premises” (Said, 1967: 39).  Said kemudian melaporkan bahwa Orient dicitrakan sebagai golongan yang “gullible, "devoid of energy and initiative",  much given to "fulsome flattery", intrigue, cunning, and unkindness to animals” (Said, 1967: 39). Semua sifat-sifat yang menunjukkan kelemahan ini ditarik dan disimpulkan oleh Barat tanpa bukti-bukti empiris. Absennya bukti empiris memang merupakan ciri-ciri dari Orientalisme: “Empirical data about the Orient or about any of its parts count for very little” (Said, 1967: 70). Yang penting adalah Orientalist vision, atau visi Orientalis yaitu pandangan tentang Orient yang tidak hanya bersumber dari ‘scholar’ tapi siapapun di Barat yang yang telah memikirkan tentang Orient.
Sayangnya, pandangan-pandangan tanpa bukti empiris yang bertujuan untuk merendahkan Orient ini ujungnya juga diterima dan dipercaya oleh kaum Orient sendiri: “There is in addition the hegemony of European ideas about the Orient, themselves reiterating European superiority over Oriental backwardness” (Said, 1967: 7). Kaum Orient sendiri menerima gagasan-gagasan ini dan mulai mengakui superioritas Barat dan diri mereka sebagai inferior. Ini memudahkan Barat untuk memperlakukan Orient sesukanya, menjalin berbagai macam hubungan dengan Orient tanpa harus khawatir akan kehilangan pengaruh dan kekuasaannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Futsal Porda Kota Bandung

Tercatat sudah di dalam sejarah olah raga Jawa Barat. Tahun 2010 tim Kota Bandung menjuarai cabang paling anyar dalam gelaran PORDA JABAR - cabang Futsal. Profil pemain-pemain yang membawa tim ini juara bukan lagi menjadi rahasia bagi para pencinta futsal di Bandung, bahkan Jawa Barat. Tapi yang hingga kini masih menjadi rahasia adalah filosofi yang diusung para pemain tersebut untuk meraih keberhasilan saat itu: Filosofi Uhud. Setiap setelah shalat subuh berjamaah di masjid, para pemain kembali ke kamar mes untuk melakukan pengajian bersama. Bukan hal istimewa, hanya membaca quran bersama dan tausiyah singkat. Hal biasa, namun efeknya luar biasa. Subuh itu kami agak lelah karena sehari sebelumnya menjalankan pertandingan dan memenangkannya dengan telak, alhamdulillah. Namun rutinitas harus tetap dijalankan. Waktu itu giliran RT (kamar) 1 untuk menjadi tuan rumah pengajian. Penghuni RT 1 adalah Julinur, Ragil, Restu, Jaer dan saya sendiri. Sebelumnya kami telah memutuskan

Belajar Menjadi, Dan Dari, Orang Tua

Bismillahirrahmanirrahiim Jika Allah mengizinkan, saya akan diamanahkan seorang anak beberapa hari lagi . I can’t really tell you how I am feeling - perasaannya mungkin terlalu campur aduk. Tapi saya bisa sedikit berbagi tentang hal-hal yang mulai ngumpul dikepala, dan yang paling utama adalah: “bagaimana caranya jadi orang tua yang baik?” Untuk menjawab pertanyaan ini saya sudah mulai baca-baca beberapa judul buku dan article tentang parenting. Tapi terus saya berpikir: “Ngapain saya capek-cape nyari buku tentang parenting, sedangkan contoh real, nyata, terbukti dan sangat terasa keberhasilannya ada di dalam hidup saya!” Meminjam istilah yg di pake Randy Pausch:  “I won the parent lottery” . Kalo takdir pembagian orang tua itu sebuah undian, maka saya dan adik2 saya lah pemenang utamanya. Kami telah dihadiahkan oleh Allah orang tua yang terbaik. (Namun, sedikit sekali kami bersyukur untuknya). Kenapa saya merasa beruntung? Well, let me tell you a tiny bit about m

6 Tips Agar Anak Rajin Shalat di Masjid

Istri saya sedang hamil 8 bulan dan layaknya pasangan-pasangan lainnya yang sedang menantikan kelahiran anak pertamanya, kami sering membicarakan tentang masa depan, tentang si kecil, nama apa yang lucu, akan sekolah di mana dan hal-hal seru lainnya. Salah satu hal yang sempat menjadi pembahasan yang menarik diantara kami berdua adalah tentang keinginan kami, jika dianugerahi bayi laki-laki, untuk menjadikannya tumbuh menjadi remaja yang cinta masjid. Kami sangat ingin anak kami tumbuh menjadi seseorang yang hatinya tertaut kepada masjid. Kami ingin memiliki anak laki-laki yang bisa tetap tersenyum saat tidak mandapat mainan terbaru, tapi gelisah jika melewati shalat berjamaah di masjid; seorang pemuda yang jika mendatangi sebuah daerah baru, maka yang ditanya pertama bukanlah, “dimana warung terdekat? Saya ingin beli rokok”, tapi sibuk menanyakan, “dimana masjid terdekat? Sebentar lagi Ashar”. Itu yang kami inginkan dan kami telah sepakat tentang ini. Sekarang, yang